Terima kasih Forum Dewan Guru Besar Indonesia |
Akhir-akhir ini semakin tren di kalangan anak muda “merasa
luar biasa bangga berkomunikasi dengan bahasa asing daripada bahasa ‘bangsanya sendiri’”.
Saya sering melihat kejadian dua orang Indonesia di suatu
tempat berbicara/ berdiskusi menggunakan bahasa Inggris (bagus dan keren ya kalo mungkin karena mereka lagi
latihan conversation buat tes. Tapi
kalo ternyata karena mereka lebih nyaman pake bahasa asing daripada bahasa
Indonesia, kok rasanya miris ya?)
Saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri sebuah
fenomena ajaib bahwa ada juga (banyak) orang tua (Indonesia tulen) yang mengajarkan
bahasa asing (bukan bahasa 'ibu'nya) kepada anaknya sejak anaknya baru bisa ngomong
(dan saya ada di barisan yang nggak setuju dengan tindakan ini!), menurut saya akibatnya lumayan fatal seperti cerita nyata ini.
Di sebuah daycare tempat anak saya dulu pernah dititipkan. Seorang balita seumuran Shaan (usianya 4 tahunan waktu itu) baru merasakan masa awal dititipkan emaknya di daycare. Karena kaget, belum nyaman, dan mungkin nggak suka, anak ini jadi sedikit berulah. Jadi penyendiri, sering nangis, suka rewel, dan selalu ngadat, nggak mau ngapa-ngapain. Saya tahu semua anak daycare pasti pernah melewati fase ini, tapi yang bikin saya sedih dan ngilu adalah kakak pengasuh di daycare (yang tentu saja native Indonesians!!) gagal berkomunikasi dengan anak ini (nggak ngerti maunya apa, bingung nggak bisa menghibur dan menunjukkan kepedulian mereka, dan akhirnya nggak bisa ngapa-ngapain). Ternyata! Anak ini nggak ngerti bahasa Indonesia! Saking kecenya, ini anak mewek dan marahpun pake bahasa Inggris. Saya kebayang rasanya jadi anak ini, sedih, aneh, terasing, dan yang pasti nggak keren. Oke! Saya cuma berharap semoga maksud emaknya masukin anaknya ini ke daycare supaya sekalian untuk belajar bahasa Indonesia ya? (karena mungkin bahasa Indonesia nggak bisa dipakai di rumahnya). Dan bahkan sampai detik ini saya masih nggak ngerti loh tujuan emaknya nggak ngajarin anaknya bahasa Indonesia tuh apa?? *frustasi saya mikirnya, hahaha!
Di sebuah daycare tempat anak saya dulu pernah dititipkan. Seorang balita seumuran Shaan (usianya 4 tahunan waktu itu) baru merasakan masa awal dititipkan emaknya di daycare. Karena kaget, belum nyaman, dan mungkin nggak suka, anak ini jadi sedikit berulah. Jadi penyendiri, sering nangis, suka rewel, dan selalu ngadat, nggak mau ngapa-ngapain. Saya tahu semua anak daycare pasti pernah melewati fase ini, tapi yang bikin saya sedih dan ngilu adalah kakak pengasuh di daycare (yang tentu saja native Indonesians!!) gagal berkomunikasi dengan anak ini (nggak ngerti maunya apa, bingung nggak bisa menghibur dan menunjukkan kepedulian mereka, dan akhirnya nggak bisa ngapa-ngapain). Ternyata! Anak ini nggak ngerti bahasa Indonesia! Saking kecenya, ini anak mewek dan marahpun pake bahasa Inggris. Saya kebayang rasanya jadi anak ini, sedih, aneh, terasing, dan yang pasti nggak keren. Oke! Saya cuma berharap semoga maksud emaknya masukin anaknya ini ke daycare supaya sekalian untuk belajar bahasa Indonesia ya? (karena mungkin bahasa Indonesia nggak bisa dipakai di rumahnya). Dan bahkan sampai detik ini saya masih nggak ngerti loh tujuan emaknya nggak ngajarin anaknya bahasa Indonesia tuh apa?? *frustasi saya mikirnya, hahaha!
Cerita lain. Ini pengalaman pribadi. Saya sebagai pencari
kerja dengan kualifikasi bahasa Korea, pasti selalu nyari kerja di ‘tempat
kerja Korea’ (kadang juga di perusahaan multinasional yang perlu bahasa Korea).
Hampir di setiap sesi interview nggak pernah pake bahasa Indonesia (pake
bahasa Korea dan Inggris yang ala kadarnya maksudnya^^"). Dan itu saya lakukan
bersama dengan orang asing atau ada orang Indonesianya tapi juga ada orang asingnya.
Naah, jujur ya? Saya tuh paling bete kalo interview sama orang Indonesia (orang
Jawa/ Sumatera/ Kalimantan dll. Pokoknya orang Indonesia Raya dan nggak ada
orang asingnya) itu pake bahasa Inggris! Sering kejadian, pas lagi awal ngomong,
basa basi baru ketemu “naek apa ke sini, macet nggak? tinggal di mana’ ngomong pake
bahasa Indonesia. Trus tiba-tiba!! Oke
miss Uli, tell me about yourself bla bla bla bla~ Ye’elaah! Ntar juga pas
kita kerja bareng ngomongnya bahasa Indonesia, mbak!! (Oke nggak papalah,
keren! Bahasa Internasyenel gituh. kkkkkk). Tapi sekali lagi, saya sedih, ges! (Sedih
karena nggak jago!! Bahahaha!! *hush!) Jujur loh, saya jadi mikir, sebegitu 'nggak usah' nya-kah bahasa
Indonesia? (Makanya ya? Orang asing banyak yang merasa nggak perlu belajar
bahasa Indonesia tuh karena orang Indonesianya sudah mati-matian belajar bahasa
mereka dan merasa lebih keren menggunakan bahasa asing itu (ini bukan saya loh, hohoo).
Teman, apakah kita sudah cukup menghargai bahasa kita,
bahasa Indonesia?
(pertanyaan ini dibuat oleh teman saya yang sangat mencintai
bahasa Indonesia, Yudha Alfarisi)
Yuk kita ukur dengan pertanyaan- pertanyaan ini:
1) Sudah lebih besarkah porsi waktu dalam hidup kita yang
dihabiskan untuk belajar bahasa Indonesia dibanding bahasa asing di luar mata
pelajaran wajib di sekolah/ kampus?
2) Apakah anda malu jika memiliki nilai sertifikasi kompetensi bahasa asing
(misalnya TOEFL, IELTS, TOEIC yang rendah? Bagaimana dengan serifikasi
kompetensi bahasa Indonesia?
3) Apakah anda malu jika tidak mampu berkomunikasi (lisan maupun tulisan) dengan
bahasa asing? Bagaimana dengan bahasa Indonesia?
4)
Apakah anda menguasai sebagian saja
kaidah-kaidah umum berbahasa Indonesia secara tulisan?
5) Apakah anda dapat membedakan cara
penulisan ‘di’ dan ‘ke’ sebagai awalan/ imbuhan dan sebagai kata depan?
Jadi teman, berhentilah memiliki mental bangsa inferior! Hargai bahasa sendiri, samakan, bahkan jadikan lebih tinggi daripada bahasa asing! Kalau bukan kita yang bangga dan mencintai bahasa Indonesia, siapa lagi?
Menulis dengan penuh rasa bangga
-Bunda Shaan-
Jadi teman, berhentilah memiliki mental bangsa inferior! Hargai bahasa sendiri, samakan, bahkan jadikan lebih tinggi daripada bahasa asing! Kalau bukan kita yang bangga dan mencintai bahasa Indonesia, siapa lagi?
Menulis dengan penuh rasa bangga
-Bunda Shaan-
à Tulisan selanjutnya tentang pengalaman saya ikut tes UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia)